Sumber: IISIA
Baja memainkan peran yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Sepanjang sejarah manusia, baja berkembang menjadi tulang punggung peradaban. Hampir setiap alat atau kelengkapan kehidupan manusia dipastikan menggunakan unsur baja, atau bahkan seringkali didominasi oleh baja. Aplikasi baja semakin lama menjadi semakin banyak, seiring dengan kemajuan peradaban manusia.
Karena perannya yang vital, baja kini berkembang menjadi komoditas yang penting dalam kehidupan manusia dan perekonomian dunia sehingga banyak dibuat untuk tujuan komersial. Perkembangan aplikasi baja membutuhkan jenis baja yang beragam. Oleh karena itu, diperlukan suatu standar agar jenis baja tertentu dapat dibuat secara konsisten oleh berbagai produsen. Standar ini meliputi antara lain: proses pembuatan, komposisi unsur, sifat mekanik, cara pengerjaan akhir, bentuk, struktur mikro, proses laku panas dan dimensi produk baja. Dengan melakukan standarisasi, maka baja jenis tertentu akan mempunyai kualitas yang sama meskipun dibuat oleh produsen yang berbeda-beda. Standarisasi ini juga akan menjadi acuan bagi produsen dan konsumen di suatu negara atau kawasan, dan akan menciptakan tingkat kompetisi yang sama dan adil bagi para produsen. Dengan demikian, akan tercipta persaingan usaha yang sehat karena para produsen mempunyai acuan yang sama.
Banyak negara mempunyai standar produk baja yang dipergunakan di negaranya masing-masing, seperti Japan Industrial Standard (JIS) di Jepang, Thai Industrial Standard (TIS) di Thailand, GB standard di Tiongkok, DIN standard di Jerman, AISI/SAE/ASTM standard di Amerika, GOST standard di Rusia serta masih banyak lagi lainnya. Contoh standar yang berlaku dalam satu kawasan adalah Euronorm (EN) yang berlaku di Eropa. Sistem standarisasi suatu negara atau kawasan dapat berlaku juga di negara atau kawasan lain, sepanjang diakui oleh negara atau kawasan tersebut. Sebagai contoh: JIS, ASTM, SAE, AISI dan EN juga digunakan di Indonesia.
Standar yang berlaku di Indonesia adalah Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI merupakan dokumen standar teknis yang disusun oleh perwakilan produsen, konsumen, regulator, akademisi, praktisi, asosiasi dan pemangku kepentingan lainnya yang diwadahi dalam suatu Komite Teknis yang dibentuk dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN), sehingga dapat digunakan untuk menilai dan menguji suatu produk yang dihasilkan oleh produsen atau pemilik merek dagang. SNI menjadi satu-satunya instrumen yang memiliki kekuatan hukum mengikat dan berlaku nasional di wilayah Republik Indonesia. Rancangan SNI yang telah disusun oleh Komite Teknis selanjutnya akan disahkan dan dipublikasikan oleh BSN.
Pada dasarnya SNI bersifat sukarela. Namun menurut Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 (UU No. 3/2014) tentang Perindustrian, Menteri Perindustrian dapat menetapkan pemberlakuan SNI secara wajib untuk keamanan, kesehatan, keselamatan, persaingan usaha, peningkatan daya saing dan/atau peningkatan efisiensi dan kinerja industri. Dengan demikian, SNI (terutama SNI Wajib) dapat pula berperan sebagai technical barrier yang melindungi industri baja dalam negeri dari perdagangan baja impor yang tidak adil.
Produk baja di Indonesia pada dasarnya terbagi atas tiga kategori, yaitu sudah terdapat SNI tapi masih bersifat sukarela, sudah terdapat SNI dan berlaku wajib, serta belum terdapat SNI. Daftar SNI Sukarela dan SNI Wajib dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2, sedangkan beberapa contoh produk baja yang belum memiliki SNI dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 1 Daftar SNI Sukarela

Tabel 2 Daftar SNI Wajib

Tabel 3 Daftar Produk Baja yang Belum Memiliki SNI*)

Menyusun SNI baru atau merevisi SNI memerlukan waktu yang panjang karena kendala terbatasnya sumber daya yang dimiliki Pemerintah dan para pemangku kepentingan. Demikian pula halnya dengan pemberlakukan SNI Wajib. Di samping permasalahan sumber daya, perbedaan persepsi antar para pemangku kepentingan yang terkadang sulit mendapatkan titik temu juga menjadi faktor penghambat. Penyusunan dan pemberlakuan SNI wajib pada berbagai sektor, khususnya sektor konstruksi, berdampak sangat penting bagi produsen baja nasional dalam rangka menciptakan iklim persaingan industri yang sehat dan juga bagi keselamatan masyarat selaku pengguna. Oleh karena itu diperlukan upaya percepatan dan perluasan pemberlakuan SNI Wajib oleh Pemerintah.
Namun demikian, terdapat beberapa masalah yang berpotensi menjadi kendala setelah pemberlakuan SNI wajib ditetapkan. Terbatasnya laboratorium uji untuk parameter yang dinyatakan sebagai syarat mutu dalam SNI menjadi salah satu hal yang dapat menghambat penerbitan maupun perpanjangan Surat Persetujuan Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI). Selain itu, terdapat kendala lain yang disebabkan karena adanya skema kegiatan SPPT SNI yang masih belum terstandarisasi sepenuhnya. Keterbatasan dan kendala tersebut memunculkan potensi adanya ketentuan pengujian yang belum terpenuhi, sehingga masih terdapat produk bersertifikat SNI yang tidak sesuai persyaratan SNI.
Masalah lain yang sangat penting setelah SNI berlaku wajib adalah pengawasan di pabrik maupun pasar. Pengawasan SNI Wajib yang dilakukan saat ini masih perlu ditingkatkan lagi mengingat masih terdapat peredaran baja tidak standar untuk golongan produk baja yang memiliki SNI Wajib. Produk tidak standar tersebut bisa berasal dari dalam negeri maupun berasal dari impor. Masalah ini telah menimbulkan iklim persaingan usaha yang tidak adil karena produsen baja tidak standar umumnya menjual baja yang ukurannya kurang dari standar dengan harga yang jauh lebih murah dari produk standar. Selain itu, hal yang lebih penting lagi adalah bahwa beredarnya produk tidak standar juga beresiko menimbulkan permasalahan keselamatan masyarakat selaku pengguna produk baja.
Dukungan Pemerintah yang telah diberikan kepada industri baja nasional melalui penerbitan dan pemberlakukan SNI Wajib sangat dirasakan manfaat dan dampak positifnya. Upaya ini diharapkan terus dapat dimaksimalkan melalui;
Percepatan pemberlakukan SNI Wajib atas SNI Sukarela sebagaimana terdapat pada Tabel 1,
Penyusunan SNI baru atas produk baja yang belum memiliki SNI sebagaimana pada Tabel 3, serta
Melakukan revisi dan pencabutan atas SNI yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
IISIA berharap untuk dapat terus berperan aktif memberikan dukungan kepada Pemerintah dalam penyusunan, penerapan dan pengawasan SNI sehingga peran SNI sebagai pelindung kepentingan dan keselamatan masyarakat pengguna produk baja, pendorong terciptanya iklim usaha yang adil serta technical barrier atas produk impor dapat berjalan lebih baik.